Selasa, 24 Mei 2011

MERAH PUTIH DI PUCUK BUMI

I.                    PENDAHULUAN

Merayapi tangga di jurang Khumbu Icefall. Melewati longsoran salju yang selalu mengancam. Melewati udara tipis zona kematian pada ketinggian lebih dari 8000 meter diatas permukaan laut hingga meniti tali di punggung tebing Hillary Step. Akhirnya empat pemuda Indonesia berhasil mengibarkan Merah Putih di pucuk tertinggi bumi, puncak Everest (8.848 mdpl) tepat pada hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2011.
Inilah kado empat pendaki Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Universitas Khatolik Parahyangan kepada negeri. Keempat pendaki adalah Broery Andrew, Janathan Ginting, Sofyan Arief Fesa, dan Xaferius Frans.



II.                  PEMBAHASAN

Broery mencapai puncak Everest pada Jumat (20/5) pukul 05.22 waktu setempat atau pukul 06.37 WIB setelah berjalan tujuh jam dari Camp IV (8.504 mdpl). Dia termasuk lima orang tercepat dari 120 orang asal sejumlah negara yang malam itu mencapai puncak Everest. Sebelum mencapai puncak, Broery sempat tertahan di Hillary Step karena antrean panjang para pendaki Everest. Pemandangan dari puncak tertinggi di bumi itu menyihirnya, melupakan seluruh penat dan ketegangan selama perjalanan. “Matahari belum muncul, tapi pemandangan cerah karena bulan terang. Jajaran pegunungan Himalaya terlihat semua. Kondisi berangin, suhu minus 30 derajat celcius.
Janathan menyusul 49 menit kemudian. Ketegangan sempat mewarnai Base Camp Everest ketika dua pendaki lain, Sofyan Arief dan Xaferius Frans belum juga mencapai puncak hingga pukul 09.00
Puncak Everest selepas tengah hari pada musim pendakian Mei-April bisa sangat berbahaya. Angin kencang, suhu dingin yang bisa mencapai minus 70 derajat celcius, dan badai salju biasanya terjadi pada waktu itu. Karena itu setiap pendaki berlomba untuk mencapai puncak sepagi mungkun dan kembali turun secepatnya.
Namun ketegangan mencair ketika pukul 09.43 Frans mengabarkan telah mencapai puncak berbarengan dengan Sofyan dalam kondisi sehat. “Hidup tujuh puncak dunia,” kata Frans. Base Camp Everest pagi itu pun pecah dengan teriakan “Hidup Indonesia”. Para anggota Mahitala di Base Camp saling berpelukan, sebagian menangis.
Sani Handoko, Direktur Utama PT. Mud King Asia Pasifik Raya, anggota Mahitala yang juga penyandang dana ekspedisi, memeluk semua anggota tim pendukung di base camp. Dia juga menyampaikan terimakasih kepada para sherpa yang membantu kesuksesan ekspedisi.
Puncak Everest adalah puncak keenam yang sukses didaki. Sebelum Everest, tim Mahitala mengibarkan Merah Putih di lima puncak tertinggi bumi, yaitu Cartensz Pyramid (Indonesia), Kilimanjaro (Afrika), Elbrus (Rusia), Vinson (Antartika), dan Aconcagua (Argentina). Tinggal menjejak puncak Denali (Amerika Serikat), mereka akan menjadi orang Indonesia pertama yang mencapai tujuh puncak di tujuh benua.
Dewi langit baru membuka pintunya kepada tim Mahitala setelah dua kali percobaan. Upaya pendakian pertama pada Selasa (10/5) terpaksa dibatalkan karena cuaca buruk melanda ketika mereka tiba di Camp III (7.925 mdpl). Saat itu keempat pendaki sempat kecewa. Namun keempat pendaki Mahitala ini tak gampang patah. Mereka yakin bisa mencapai puncak Everest. Semangat itulah yang mereka tunjukkan saat akhirnya mencapai puncak tertinggi dari tujuh puncak dunia.
Pagi itu hujan salju deras mengguyur Base Camp Everest (5.364 mdpl). Dingin memuncak. Suhu minus 7 derajat celcius. Dalam balutan jaket tebal, para anggota Mahitala menyanyikan “Indonesia Raya”. Pencapaian keempat pemuda ini semoga bermakna buat negeri.



 
III.                KESIMPULAN

Kesuksesan keempat pendaki Mahitala menapak puncak Everest tidak dengan mudah di raih. Everest alias Sagarmatha yang berarti Dewi Langit dalam bahasa Nepal adalah gunung yang berbahaya. Tak ada jalan mudah ke puncak, kata Ed Viesturs, pendaki legendaris yang mencapai 14 puncak di atas 8.000 mdpl tanpa tabung oksigen. Catatan Jon Krakauer dalam Into Thin Air menyebutkan, setiap empat orang yang berhasil mencapai puncak Everest harus dibayar dengan nyawa seorang pendaki. Krakauer mengalami sendiri pahitnya pendakian Everest ketika kehilangan nyaris semua anggota timnya saat mendaki puncak gunung ini pada Mei 1996. Saat ini tingkat bahaya Everest memang berkurang. Pada musim pendakian tahun ini, dari 250 pendaki yang berupaya ke Everest, hanya tiga orang yang tewas. Everest bukan gunung yang tersulit, tetapi tetap berbahaya, tutur Hiroyuki Kuroka, pendaki senior dari Mountain Experience.
Sebagai warga negara Indonesia, keempat pendaki Mahitala telah membawa dan mengharumkan bangsanya di tingkat dunia dengan keberhasilannya mengibarkan Merah Putih di Pucuk Bumi. Satu lagi bukti nyata, kami bangga menjadi warga negara Indonesia, kami mencintai negara ini.



IV.                REFERENSI

Kompas                                               21 Mei 2011
Internet
Televisi
Sumber Berita Lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar