Selasa, 19 April 2011

Mereka Yang Mampu Berempati

I.                    PENDAHULUAN.

Pada saat banyak orang bersikukuh tentang ajaran agama. Muncul sebuah kelompok akademik yang justru melihat secara kritis bagaimana agama – agama mampu berperan bagi masyarakat. Ternyata, studi yang bisa jadi belum lazim di Indonesia itu justru mampu membuka wawasan dan bukan hujatan terhadap aneka ragam agama dan keyakinan yang tumbuh di Indonesia.
Dua tahun pascareformasi tahun 1998, Universitas Gajah Mada ( UGM ), Yogyakarta, terinspirasi untuk membuka Program Pascasarjana Center for Religious and Cross – cultural Studies ( CRCS ). Program studi itu secara khusus melakukan studi akademik tentang agama.
CRCS mengakomodasi orang – orang dari berbagai latar belakang agama dan golongan untuk bersama – sama melakukan kajian tentang agama. Titik utamanya adalah bagaimana peran agama di masyarakat dan bukan tentang ajaran – ajarannya.

II.                   PEMBAHASAN.

Sejak tahun 2000, CRCS menjadi tempat studi berbagai macam mahasiswa. Mereka berasal dari pondok pesantren, sekolah teologi, universitas islam, sekolah pendeta hingga seminar. Selama dua tahun, mereka bersama – sama mempelajari berbagai agama dari sudut pandang akademik. Harapannya, wawasan mereka menjadi lebih terbuka dan bisa berempati dengan pemeluk agama lain.
Direktur Eksekutif Center for Religious and Cross – cultural Studies program Pascasarjana UGM Zainal Abidin Bagir mengatakan, dari sisi akademik studi khusus tentang agama – agama yang berkembang di Indonesia sangat diperlukan. Terlebih di Indonesia terdapat bermacam – macam agama maupun aliran kepercayaan.
Di Indonesia yang terdiri dari banyak pemeluk agama, agama tak cukup dipelajari secara akademik dalam lingkungan yang homogeny, seperti pondok pesantren, universitas islam,atau seminar. Namun, agama juga perlu dipelajari sebagai sebuah subyek ilmu.
Studi tentang berbagai macam agama di Indonesia menjadi kebutuhan mendesak. Apalagi, dua tahun setelah reformasi banyak meletus konflik komunal yang banyak menggunakan identitas agama.
CRCS  memiliki visi mencari cara untuk melihat dan mengelola keberagaman agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Hal inilah yang selama ini menjadi pekerjaan utama bangsa Indonesia karena masalah agama sering kali justru memicu banyak konflik di negri ini.
Selama tahun 2010, CRCS mencatat ada 39 rumah ibadah di Indonesia yang dipermasalahkan. Sebagian besar adalah gereja yang dipermasalahkan kelompok – kelompok muslim. Dari jumlah tersebut, kami menemukan sebanyak 32 kasus ( 82 persen ) menyangkut masalah antarumat beragama dan 4 kasus menyangkut konflik internal umat beragama. Hal yang memprihatinkan adalah masih adanya kekerasan fisik sebanyak 17 kasus.
Selain itu, persoalan izin pendirian rumah ibadah masih menjadi isu utama dalam kasus – kasus rumah ibadah yaitu mengandung unsure belum ada izin pendirian rumah ibadah tertentu. Namun hal itu tak bisa menjadi alasan terjadinya penolakan pendirian rumah ibadah karena masih terdapat rumah ibadah yang telah memiliki izin namun tetap saja di persoalkan.
Selain CRCS, di Yogyakarta muncul pula kelompok – kelompok lintas agama yang bersama – sama menggelar aksi kemanusian. Contohnya, erupsi Gunung Merapi yang mengakibatkan 379 orang meninggal dan kerugian triliunan rupiah ternyata mampu menggerakan hati masyarakat lintas golongan dan agama. Hanya dalam hitungan hari, sebanyak 47 elemen yang tergabung dalam Konsorsium Penghijauan Area Lereng Merapi (PALM) tergerak untuk menghijaukan kembali lereng merapi.
PALM diluncurkan pada hari senin tanggal 7 Februari dan dihadiri tokoh agama, antara lain  Uskup Agung Semarang Mgr pujosumarto, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Umahat KH Abdul Muhaimin, putri almarhum KH Abdurrahman Wahid Alisa Wahid, Bante Pannavaro Sri Mahatera, dan  para aktivitas lintas agama, serta ratusan relawan.

III.                  KESIMPULAN.

Banyaknya permasalahan di negeri ini, namun banyak pula warga negaranya yang bersimpati untuk memikirkan negeri ini karena sebagai warga Negara mempunyai tanggung jawab untuk negeri ini. Serperti halnya yang sudah di bahas di atas, meskipun baru, program penghijauan di lereng Merapi dengan tema “Menabur Benih, Menumbuhkan Persaudaraan” mampu mengumpulkan banyak banyak bibit pohon. Karena tingkat kepedulian masyarakat yang tinggi untuk menyumbang.
Kegiatan amal dan kemanusiaan ini memang melibatkan berbagai macam elemen lintas agama mulai dari jajaran BanserPWNU DIY, suster, Fatayat Nahdlatul Ulama, Forum Persaudaraan Umat Beriman, Komunitas Sunda Wiwitan, pondok Pesantren Al Qodir, Pondok Pesantren Nurul Umahat, berbagai macam paroki, hingga Mitra Tani.
Kesadaran untuk saling menghargai dan membantu antar umat beragama sebenarnya banyak tumbuh di masyarakat. Namun, tak bisa dimungkiri, sebagian masyarakat masih dilingkupi benteng – benteng angkuh ekslusivisme karena pemahaman ajaran agama yang sempit. Karena itu, Negara ini masih harus banyak belajar dari segelintir masyarakat yang mampu memahami dan berempati terhadap siapa pun.

IV.                  REFERENSI

1.      Kompas                                                                       11 Januari 2011
2.      Kompas                                                                       18 Februari 2011
3.      Google
4.      Pendidikan Kewarganegaraan Dan Pancasila                        Drs. Misdi, MM


Tidak ada komentar:

Posting Komentar